
Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menarik dana simpanan dan pembiayaan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dari Bank Syariah Indonesia (BSI). Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang masa depan BSI. Apa saja pelajaran yang bisa diambil dari situasi ini?
Pertama, Muhammadiyah berencana memindahkan dananya dari BSI ke bank syariah lainnya seperti Bank Mega Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank Muamalat, dan beberapa lainnya. Apa alasannya? Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan bahwa langkah ini dilakukan untuk mendorong persaingan yang lebih sehat antar bank syariah setelah sebelumnya terlalu bergantung pada BSI dalam pengelolaan dana umat.
Muhammadiyah menekankan pentingnya komitmen bank syariah untuk mendukung masyarakat kecil termasuk UMKM. Hal ini patut diapresiasi karena UMKM telah mampu menyediakan lebih dari 100 juta lapangan kerja. Dengan kata lain, UMKM secara signifikan membantu pemerintah dalam menurunkan tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 4,82% (7,2 juta jiwa) pada Februari 2024.
Kedua, apakah penarikan dana Muhammadiyah akan membuat BSI goyah? Berapa besar dana pihak ketiga (DPK) BSI? Berdasarkan data Biro Riset Infobank, DPK BSI mencapai Rp293,24 triliun per April 2024. Dengan penarikan dana oleh Muhammadiyah sebesar Rp13 triliun atau 4,43% dari DPK BSI, dampaknya diperkirakan tidak terlalu besar. BSI sendiri merupakan bank terbesar ke-6 dalam pengumpulan DPK di industri perbankan dan menjadi bank syariah terdepan.
Ketiga, dari sisi pengelolaan aset dan kewajiban (assets and liabilities management), penarikan dana ini jelas akan mempengaruhi margin pendapatan BSI. Manajemen aset dan liabilitas bertujuan untuk mengelola aset serta kewajiban secara efisien demi keuntungan maksimal. Selama ini, aset bank tidak hanya berupa uang tunai, tetapi juga termasuk investasi atau surat berharga seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Perbendaharaan Negara (SPN), obligasi, dan lainnya.
Keempat, apakah penarikan dana Muhammadiyah ini dapat dikategorikan sebagai rush (penarikan dana secara besar-besaran)? Tidak. Mengapa? Karena Muhammadiyah tidak berencana menarik dana secara tunai, sehingga BSI memiliki waktu yang cukup untuk memenuhi permintaan penarikan tersebut.
Kelima, ada kemungkinan BSI mencoba mendekati Muhammadiyah agar tidak menarik seluruh dana mereka. Bank memiliki tenaga kerja yang berkompeten dan berpengalaman dalam melakukan negosiasi dengan berbagai pihak. Dengan strategi yang tepat dan solusi yang saling menguntungkan, ada kemungkinan Muhammadiyah akan mempertimbangkan untuk tidak menarik seluruh dananya atau tetap menyisakan sebagian di BSI.
Keenam, di sisi lain, bank syariah yang akan menerima dana Muhammadiyah tentu akan merasa senang karena mendapatkan dana triliunan tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi. Muhammadiyah kemungkinan akan meminta special rates untuk dana yang disimpan.
Bank syariah yang menerima dana akan menyambut baik permintaan khusus Muhammadiyah ini, yang pada akhirnya akan meningkatkan DPK mereka dan memberikan keuntungan dari penempatan dana dalam berbagai instrumen investasi.
Ketujuh, bank syariah juga harus meningkatkan kualitas pembiayaan mereka di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global. Catatan menunjukkan NPF gross berada di angka 2,04% per Maret 2024, yang masih di bawah ambang batas aman 5%. Rasio ini lebih baik dibandingkan dengan NPL bank konvensional yang mencapai 2,22% pada periode yang sama.
Dalam situasi suku bunga yang tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, bank syariah dan bank konvensional perlu memperkuat manajemen risiko, terutama terkait risiko kredit dan likuiditas. Dengan berbagai pelajaran tersebut, BSI tampaknya masih akan bertahan dan terus beroperasi dengan stabil!